"this is my live, my real live is here"

WELCOME :D

Sabtu, 29 Januari 2011

16 Jam Yang Ajaib

Jam Swatch yang dipakai oleh Sarah menunjukkan tepat pukul 10.00 pagi yang artinya dia bebas dari pekerjaannya. Pekerjaan dimana ia bertemu dengan musuh bebuyutannya : anak-anak. Sarah Oxavia Wirdianingrat. Seorang putri tunggal pemilik saham terbesar di Victoria Group dan baru genap berusia 18 tahun. Sejak dua bulan yang lalu, ia ditugaskan oleh sang ibu untuk mengajar di Victoria Group. Ibunya sengaja menugaskan Sarah agar ia bersikap lebih dewasa mengingat seringkali ia berkelahi dengan anak kecil.  
Sarah pernah menggantung Ari, keponakannya yang baru berusia sepuluh tahun dengan posisi terbalik. Kaki di atas dan kepala di bawah karena Ari mewarnai wajah Sarah dengan 5 warna lipstick yang berbeda. Merah, Pink, Ungu, Coklat, dan Biru. Selain itu, Sarah pernah meninggalkan Ara, kembaran Ari saat bermain di rumah pohon bersamanya dan tanpa sengaja ia menjatuhkan tangga menuju ke rumah pohon tersebut dan baru tersadar bahwa Ara masih disana saat orang-orang di rumah mencari Ara. Baru-baru ini, Sarah memotong bob ala The Beatles rambut panjang Ica, satu-satunya keponakan perempuannya. 
“Akhirnya, hukuman gue berakhir. Gue gak bakal ketemu musuh bebuyutan gue lagi,” ujar Sarah saat membereskan buku-buku ajarnya. Hari ini adalah hari terakhir Sarah mengajar karena hukuman dari sang ibu sudah tamat. “Lho, lagi ngapain?”. Sarah mendekati anak perempuan yang berkuncir dua.  
  “Bu guru nggak liat saya masih di sini?” balas Dila. Inilah alasan mengapa Sarah sangat tidak menyukai anak kecil. Bawel. 
“Pulanglah.” 
“Dila mau ketemu ibu, Bu guru,” ekspresi Dila langsung berubah polos. 
“ Makanya, pulanglah.” 
“Ibu guru antar Dila ke Tiara Pertiwi ya”, pinta Dila.
“Rumah Sakit Tiara Pertiwi?” tanya Sarah. 
Dila mengangguk. Sebelum ke tempat tujuan, Dila mengajak Sarah ke toko bunga untuk membeli Lili. Pukul 11.00 mereka baru sampai di tempat tujuan. Dila langsung mengganti Lili yang baru saja ia beli. Sepertinya Dila rutin mengganti Lili itu, batin Sarah. 
“Kata dokter Ibu Dila koma. Dila gak tau koma itu apa. Terus Dila tanya sama ayah, kata ayah Ibu Dila cuma tidur sebentar terus pasti bangun tapi Dila percaya kok, ibu pasti bangun. Dila bakal nunggu sampai ibu bangun.” Dila memulai ceritanya. 
“KOMA?” Sarah langsung menutup mulutnya saat menyadari perkataannya yang barusan. Ya Tuhan. “Ibu Dila sudah lama tidur?”. 
“Ibu Dila sudah di rumah sakit waktu Dila masuk TK. Sudah berapa lama ya, Bu?. Dila gak tau.”  
5 bulan dong??. Kasian bener anak ini. “Ooh. Nanti Ibu Dila pasti bangun kok.” Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Sarah.
Sudah pukul 12.00 ya. “Kak Sarah beli makan siang dulu ya” Sarah baru sadar barusan dia menyebut dirinya kakak bukan ibu. Bodoh deh. 
“Biar Dila yang beli, Bu. Dila tau tempatnya kok. Kasih Dila uang aja. Jagain Ibu Dila aja ya.” 
“Bener?. Hati-hati.” Sarah menyodorkan uang 20ribu kepada Dila sebelum Dila berlari kecil keluar kamar. 
“Nyonya Rahmadina Agustina”, kata Sarah pelan. “Perkenalkan saya Sarah Oxavia Wirdianingrat, ibu guru Dila. Senang berkenalan dengan Anda. Kalo diliat-liat Dila itu manis ya tante” Sarah berkenalan dengan Ibu Dila. “Sepertinya Dila sering kemari ya tante. Oh iya, Dila udah ganti Lilinya tante. Nih, Dila sendiri yang merangkainya.” Sarah mengangkat vas bunga. 
Tanpa disadari Sarah,  tangan Ibu Dila bergerak. “Teri..ma kasih”.  
“Lho. Tante.” 
“Tante minta Nak Sarah bimbing Dila ya. Tante minta tolong.” 
“Tapi tante Sarah gak boleh bilang begitu.” 
“Tante percaya sama Nak Sarah kok. Tante gak bisa dampingi Dila lebih lama lagi…” 
“Tante pasti sembuh kok.” 
Tiiiiiiit…bunyi mesin detak jantung terdengar dari telinga sebelah kanan Sarah. 
Ya Tuhan. “ Dokter..dokter..” Sarah menekan tombol yang berada di atas kasur Ibu Dila. Tak lama kemudian, dokter dengan dua orang perawat datang. 
“Silahkan Anda keluar dahulu,” ujar salah seorang perawat. 
Ya Tuhan..berikan yang terbaik untuk dia.  
  “Bu guru kok di luar?” tanya Dila. 
Sarah baru menyadari kehadiran Dila saat Dila menyentuh pundaknya. “Kita duduk disini dulu ya. Ibu Dila lagi sama dokter. Dokter mau nyembuhin Ibu Dila.” Sarah bukanlah pembohong yang baik. Sarah hanya berharap Dila duduk manis di sebelahnya dan tidak menangis. “Kita tunggu Ibu Dila ya.” Sarah mengulangi perkataannya. 
Empat puluh lima menit kemudian, dokter keluar dari kamar rawat Ibu Dila. Sarah hanya sendiri masuk tanpa Dila karena anak itu tertidur pulas di sofa tadi.  
“Maaf. Hanya ini yang bisa kami lakukan jagalah adikmu itu,” kata dokter sambil keluar kamar.
“Tolong sadarlah. Dia masih mengharapkan Anda,” kata Sarah di depan Ibu Dila. “ Anda harus bangun.”  
“Ibu.” Tiba-tiba Dila sudah berdiri di samping Sarah. 
“Kemarilah,” Sarah memeluk Dila. “Ibu Dila udah dipanggil sama Tuhan. Jadi, Dila gak boleh marah kalo Ibu Dila gak bisa main sama Dila lagi.” 
“Dila mau ikut ibu. Dila mau sama ibu!!!! Dila mau ibu!!!. Dila gak mau ibu pergi!! Dila mau sama ibu. IBUUUU!!!!” Dila menjerit histeris sambil menggoyang-goyangkan tubuh sang ibu
Sarah tak dapat menahan rasa sakit yang teramat di tenggorokannya. Sarah tak mampu lagi menampung air matanya. Wajahnya sudah diguyuri oleh air mata yang sangat deras. Sama derasnya dengan Dila. Dila tak dapat menerima kenyataan bahwa ibunya sudah tidur untuk selama-lamanya, tak dapat bermain lagi dengannya, dan tak dapat membimbingnya lagi. 
“Teri..ma kasih”. “Tante minta Nak Sarah bimbing Dila ya. Tante minta tolong”. “Tante percaya sama Nak Sarah kok. Tante gak bisa dampingi Dila lebih lama lagi…”. Kalimat itu masih terngiang di telinga Sarah. Baru tadi ia bercengkerama dengan Ibu Dila, walau hanya beberapa menit.  
“IBUUUUUUUUU!!!!!!” jeritan Dila makin menjadi-jadi. Kemudian datang keluarga Dila. Mungkin pihak rumah sakit telah menelepon mereka, batin Sarah
“Dia sudah pergi” ujar Dila pada sesosok wanita tua di belakangnya. Nenek Dila.  
“I..bu..ne..k. Ibu Dila gak mau bangun lagi” Dila bersikeras membangunkan sang ibu. 
Sang nenek menghampiri sang cucu dan menggendongnya. 
Sumpah, gue gak bisa disini lagi. Gue gak bisa berada di ruangan ini. Batin Sarah dalam hati. Setelah Sarah berpamitan dia pulang ke apartemennya. Dila pisah rumah dengan keluarganya sejak dua bulan yang lalu, saat sang ibu menghukumnya untuk mengajar di Victoria Group.  
Apartemen Sarah pukul 16.45. Sarah langsung mandi dan sholat setibanya di apartemen. Sarah tak dapat menyangka akan terjadi kejadian hari ini. Ia langsung teringat ibunya. Sudah dua bulan ia tidak bertemu dengan sang ibu. Saat membuka HP ia baru sadar besok adalah hari ulang tahun sang ibu. Sarah langsung memacu motor Scoopy miliknya untuk membeli kue.
Tepat pukul 24.00, Sarah telah berada di pintu depan rumahnya. Ia mengetuk pintu dan ia mendapati ayahnya berdiri dihadapannya.  
“Ya Tuhan, Sarah!!” 
“SShhh!!, Sarah mau minta maaf sama ibu dan mau kasih kejutan buat ibu. Sarah masuk ya, Yah.” 
Sarah dan ayahnya mengetuk pintu kamar sang ibu. Sarah bersembunyi di balik badan sang ayah.  
“Dia datang untukmu.” Ayah menarik Sarah.
“Selamat ulang tahun ibuku tercinta” Sarah menyodorkan kue bertuliskan “Untuk Idolaku” di hadapan sang ibu.
“SARAH!!” Ibu Sarah tersenyum lebar mendapatkan anak tunggalnya sudah kembali. 
“Maafin Sarah, Bu.
“Kau sudah ku maafkan. Bertemu kau pun ibu sudah sangat bersyukur, Nak.” 
Ibu Sarah memotong kue dan menyuapkannya kepada suami dan anaknya tercinta. Sarah memeluk sang ibu. 
Ya, aku tidak dapat membenci wanita ini dan aku sangat menyayanginya. Aku tak mau kehilangannya. Aku tak ingin mengecewakannya. Aku benar-benar menyayanginya. Batin Sarah sambil memeluk sang ibu. 
Pukul 02.00 dini hari, Sarah baru berbaring di atas kasur dan ia tahu apa yang akan dia lakukan besok. Dia akan datang ke Victoria Group dan bekerja di sana. Dia tahu itu kewajibannya dan dia percaya dia akan bahagia bersama musuh bebuyutannya. Sarah juga heran kenapa dia ingin lebih lama bersama mereka. Yang jelas baginya hari ini penuh dengan peristiwa ajaib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar